Labels

Monday, September 2, 2013

GENDER DALAM AGAMA HINDU


Yatra naryastu pujyante
ramante tatra dewatah,
yatraitastu na pujyante
sarwastalah kriyah
(MDh.III.56)

"Dimana Wanita di hormati
disanalah Dewa-dewa merasa senang,
tetapi dimana wanita tidak di hormati
tidak ada upacara apapun yang berpahala"
  (MDh. III.56.).

Veda adalah kebenaran yang menjadi sari dari Brahman -Tuhan YME-. Dengan kata lain, bahwa Brahman memiliki kebenaran itu sebagai hukum dari keberadaan-Nya. Di dalamnya itulah pujian dan pemuliaan sebagai penghormatan kepada wanita secara halus di suratkan. Veda memberi acuan yang jelas atas segala perbedaan pikiran yang tumbuh pada apa yang di sebut sebagai Kewajiban dari wujud Laki-laki dan Wanita.

Konsep pemuliaan dan penghormatan terhadap wanita dalam Veda, tumbuh sebagai Tamsil dan Metafora yang merebakkan nilai estetis dari sebuah etik. Mewujudkan kesempurnaan sebagai keindahan dan keindahan dalam kesempurnaan. Maka dalam hal ini, penyatuan antara laki-laki dan wanita melalui sebuah lembaga perkawinan pada dasarnya merupakan bentuk dari usaha mencapai kesempurnaan atas nilai kemanusiaan. Dimana penekanan dalam bentuk pembatasan ruang dan gerak atas hak-hak yang menjadi milik serta kesempatan bagi wanita di berbagai aspek sosial lebih merupakan bentuk pengingkaran dari kebenaran di banding sebagai kode untuk perlindungannya.

Gender, merupakan kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Kata ini telah sangat popular dalam perbendaharaan oral sehari-hari.  Meskipun dalam kamus bahasa Indonesia "Gender" di artikan sebagai "Jenis Kelamin" yang berarti Laki-laki dan Wanita, tetapi secara khusus penggunaan kata ini cenderung di maknai sebagai upaya peingkatan atas peran dan hak wanita. Dalam Susastra Veda LAKI-LAKI di kenal sebagai PURUSHA (maskulin), dan WANITA adalah PRADHANA (feminim). Makna yang lebih dalam dan lebih galus lagi, Laki-laki adalah LINGGA dan Wanita adalah YONI. Demikian agung dan mulianya Veda memaknai esensi manusia dalam eksistensinya sebagai wujud laki-laki dan wanita.

Wanita adalah misteri, bila di bandingkan wujud ciptaan Brahman lainnya. Selebihnya, wanita merupakan wujud keindahan dari kemaha kuasaan Brahman. Ia adalah simbol dari Kemakmuran, yang merupakan bentuk halus dari daya cengkram alam material. Wanita juga menjadi simbol kelemah lembutan, kehalusan dan keagungan. Yang menarik adalah bahwa  wanita merupakan simbol kenikmatan, karenanya wanita selalu menjadi pusat pergolakan pikiran dan perasaan setiap manusia (laki-laki), baik sebagai inspirator maupun tujuan dari pergolakan tersebut. Penggunaan simbol wanita dalam makna yang berlawanan, bukan di maksudkan sebagai penistaan, tetapi lebih sebagai lonceng peringatan atas tujuan dari hasrat yang bersifat lebih rendah. Namun yang terpenting dari segala pemuliaan sebagai simbol tersebut, bahwa wanita adalah  IBU .

Dalam Veda wanita di tempatkan pada posisi dan status sosial yang utama. Rgveda.III.53.4. menyuratkan: Jayed astam maghavan set u yonih, (Ya Sang Hyang Indra, istri sebenarnya adalah wujud rumah itu. Dia adalah dasar kemakmuran keluarga).  Atau  uraian lain dalam Yajurveda XIX.94 di nyatakan : Patni sukrtam bibharti, artinya: Istri melaksanakan upacara keagamaan,  atau di katakan : Tanpa kehadiran wanita yajna tidak sempurna.  Di sini dapat di tarik makna yang jelas bagaimana Veda sebagai kebenaran dan sumber hukum menempatkan Gender (Laki-laki dan Wanita) secara horisontal atau setara. Hakikat kesetaraan ini di ungkap dalam bentuk kata ARDHANARESVARYA, yang bermakna bahwa manusia terdiri dari sebelah laki-laki dan sebelah lainnya adalah wanita. Dari kata itu juga tersirat makna bahwa wanita bukanlah sekedar tulang rusuk yang hanya patut menjadi rebutan dan santapan anjing-anjing liar, bukan pula sekedar kelengkapan peraduan serta pemuas dari nafsu dan pelayan laki-laki, tetapi VEDA menentukan bahwa wanita adalah pusat uncaran dharma dari setiap rumah. Ia adalah denting Genta yang merobek tabir gelap menghadirkan pagi. Wanita adalah Brahmana dari sebuah keluarga yang SUKINAH. Wanita adalah wujud sebelah kiri secara utuh dari ujung rambut hingga ujung kaki dari manusia.

Dalam perjalanannya menyusuri sungai waktu yang mengalir pasti, tugas-tugasnya yang bersifat khusus patut di duga berakibat pada kesempatannya untuk mendapatkan hak serta kewajibannya di berikan setelah laki-laki di hampir seluruh belahan dunia. Di belahan timur dunia ini (termasuk Indonesia) dengan dalih "Suara Langit", selain dalam hal "mengandung anak" dan "pelayanan rumah tangga", wanita sangat di batasi ruang geraknya. Dalam hal ini gagasan dan konsep dari Tradisi - Adat lebih dari sekedar wujud EGOISME laki-laki, tetapi merupakan "Rayap Pemakan Tiang dan Dinding Rumah". Pada Tradisi-Adat Bali, para wanita di anggap wajib turut ambil bagian dari setiap tugas kewajiban laki-laki, hingga akhirnya ia di nyatakan ber-HAK atas rasa belas kasihan. Sangkar tradisi yang begitu kuat, menghalangi penglihatan atas KEBENARAN - KESUCIAN - KELUHURAN dari peran yang di tanggung oleh wanita.

Pada masyarakat Hindu, Laki-laki mengambil perannya secara bebas di luar rumah berdasar pada bakat, kemampuan serta kesempatan yang dapat di raihnya. Pelaksanaan kewajibannya merupakan modal utama pemenuhan kebutuhan rumah tangga (keluarga) untuk menghadirkan rasa bahagia bagi keluarga. Kewajiban laki-laki ini menjadikan wanita sebagai pusat pergaulan dalam rumah tangga atau keluarga. Olehnya, maka kesucian seorang wanita merupakan kewibawaan bagi dirinya dan keluarga secara umum. Kesempatan atas pemilikan waktu yang banyak menjadikan Wanita sebagai pusat perkembangan Budhi Pekerti keluarga. Wanita pula yang menjadi SOKO GURU dalam pengembangan nilai-nilai DHARMA dalam keluarga. Makna dari tugas-tugas dan peran yang bersifat khusus ini, merupakan ungkapan bahwa sifat karakter manusia sangat di pengaruhi dan di tentukan oleh wanita. Pengingkaran serta lemahnya perhatian terhadap nilai-nilai keutamaan pada diri wanita, lambat laun menyebabkan kemerosotan moralitas masyarakat secara umum. Merosotnya moralitas masyarakat merupakan perwujudan dari melemahnya nilai spiritual di lingkungan keluarga.

Manusia dan masyarakat spiritualis merupakan cita-cita Agama Hindu yang hakiki. Veda memberi referensi yang luas akan hal ini melalui pola interaksi SEKALA - NISKALA, sebagai sebuah YAJNA. Veda menetapkan bahwa segala usaha dan hasilnya adalah yajna. Ini berarti upaya mewujudkannya sangat di tentukan oleh kadar kesiapan wanita sebagai ibu. Artinya, wanita seharusnya mendapat pendidikan yang layak guna mewujudkan cita-cita Veda ini. Hal ini menjadi mutlak karena peran yang di tanggungnya. Wanita sebagai IBU wajib menanamkan budhi pekerti dan nilai-nilai Dharma kepada anak-anak. Karena ibu adalah Pendidik Utama dalam keluarga, maka ia wajib memiliki dasar-dasar pengetahuan ke-Dharma-an yang baik. Sejak janin dalam kandungan, lahir dan tumbuh dewasa, penanaman nilai-nilai moralitas wajib di lakukan. Kwalitas wanita sebagai ibu, amat menentukan masa depan dan martabat keluarganya. Wanita yang penuh nilai kesucian, akan menumbuhkan anak-anak  berjiwa mulia. Sebaliknya wanita rendah akan menurunkan anak yang liar.  Seseorang tak akan memanen buah yang baik dari pohon yang telah di tanamnya bila ia tak merawat tanamannya dengan baik.